--> February 2013 | Kumpulan Artikel

Tuesday, February 12, 2013

Tips Membuat anak Penurut agar Mendengar Perintah Orang Tua

Tips Membuat anak Penurut agar Mendengar Perintah Orang Tua


mendidik anak penurut
Berikut ini adalah tips membuat anak penurut agar mendengar perintah orang tua.

Mendidik anak di samping dengan contoh juga dengan kata-kata, bisa dengan perintah, nasehat, arahan dll. namun sayangnya niat kita tidak selalu disambut oleh sang anak yang lebih memilih dengan kesenangan mereka sendiri. Kadang kita sering kesal sendiri karena anak tidak mau mendengarkan kita, yang ujung-ujungnya kita menjadi emosi dan memarahi sang anak. Tetapi dengan tips di bawah ini mungkin bisa membuat pekerjaan mendidik anak kita lebih efektif, dengan cara-cara yang sederhana, tentu kuncinya adalah sabar.

Saya kutip dari situs Ask Dr Sears berikut adalah tips supaya anak bisa mendengarkan orang tuanya:

1. Jalinlah Kontak Langsung dengan anak


Sebelum kita menasehati anak lakukanlah dengan terlebih dahulu menjalin kontak dengan anak, jongkoklah sehingga terjadi kontak mata sejajar agar kita mendapatkan perhatiannya. Ajari anak bagaimana harus fokus: "Sini, liat mata mama'  atau "Coba mana telinganya." Lakukan hal yang sama ketika kita mendengarkan mereka. Tetapi jangan melakukan kontak mata terlalu tajam yang bisa dipersepsikan oleh anak sebagai suatu langkah mengendalikan bukan menghubungkan.

2. Panggillah Anak dengan nama mereka

Sebutlah nama anak kita ketika kita meminta sesuatu kepada anak, "Budi, tolongin mama sebentar.."

3. Gunakanlah perintah yang singkat kepada anak.

Gunakanlah perintah yang singkat dengan meletakkan inti perintah kita di kalimat pembuka. Semakin kita melantur (ngomel) anak akan semakin tidak mendengarkan. Terlalu banyak bicara adalah kesalahan yang sangat umum ketika kita membicarakan suatu masalah. Hal ini akan memberi kesan pada anak bahwa kita tidak yakin dari apa yang ingin kita katakan. Dan kita pun semakin melantur.

4. Sederhana

Gunakan kalimat-kalimat pendek dengan satu suku kata. Perhatikan bagaimana anak kita berkomunikasi dengan satu sama lain, Bila anak Anda terlihat tidak tertarik, kita tidak lagi dimengerti dan didengar oleh anak.

5. Mintalah anak untuk mengulangi perintah kita

Jika anak tidak bisa, periksa mungkin perintah kita terlalu panjang atau rumit

6. Lakukanlah Penawaran yang anak tidak bisa menolak

Misalnya kita bisa memberikan perintah: ‘Ayo buruan pake bajunya, nanti abis ini kita main keluar'. Jadi kita memberikan perintah yang beralasan, yang menguntungkan dan yang memang mereka inginkan. Daripada kita sekedar memerintahkan untuk pakai baju maka dia akan cenderung untuk menolak.

7. Gunakan kalimat positif

Hidarilah kata 'JANGAN'. Misalnya "Eh jangan lari-larian!". Cobalah dengan kata dengan: ‘Kalau di dalam rumah kita jalan, tapi kalau di luar rumah boleh lari.'

8. Gunakan kalimat perintah dengan “Saya ingin”.

Misalnya untuk mengatakan ‘Turun!’, gantilah dengan kalimat: ‘Mama pengen kamu turun’. Atau, ‘Sekarang giliran Nina!, cobalah dengan kalimat: ‘Sekarang mama pengen adek gantian ya dengan Nisa". Cara seperti ini cocok untuk anak-anak yang ingin menyenangkan orang tapi tidak suka diperintah. Dengan mengatakan, ‘Mama pengen,’ kita memberi pengertian kepatuhan bukan hanya diperintah.

9. "Jika..Lalu."

Abis Dede' gosok gigi, tar mama bacain cerita ya".
‘Kalo PR nya udah selesai, abis itu boleh nonton. Kata ‘setelah’ menyatakan bahwa kita mengharapkan ‘kepatuhan’, lebih efektik dibandingkan kata ‘jika/kalau' yang menunjukkan adanya pilihan dalam diri anak padahal kita tidak memberikan pilihan.

10. Jangan langsung Perintah (kaki dulu baru mulut)

Jangan langsung perintah tetapi hampirilah dahulu anak kita sebelum kita menggunakan mulut untuk memerintah. Misalnya untuk perintah "Matiin TV nya, waktunya shalat".  Hampirilah terlebih dahulu anak kita di ruang tv nya, ikut nonton sebentar beberapa menit, setelah jeda iklan, suruh anak untuk mematikan tv. Menghampiri anak menandakan kita serius tentang permintaan kita, dibandingkan hanya dengan memerintah dari jauh.

11. Berikan Pilihan

"Mau Mandi dulu apa sikat gigi dulu?' 'Pakai baju biru apa merah?"

12. Berbicara sesuai perkembangan anak

Semakin muda anak kita, maka arahan kita harus semakin pendek dan sederhana. Pertimbangkan tingkat pemahaman anak kita. Misalnya suatu kesalahan yang terjadi adalah ketika kita bertanya kepada anak umur tiga tahun dengan menanyakan "Kenapa kamu lakukan itu? suatu pertanyaan yang orang dewasa pun belum tentu bisa memberikan jawaban. Cobalah dengan bertanya, "Coba mama mau denger dede ngapain tadi?

13. Berbicara dengan sopan

Anak 2 tahun pun bisa diajari "minta tolong". Ajarkanlah anak untuk bersikap sopan. Jangan sampai anak menganggap bahwa sopan santun itu sebuah opsional. Berbicaralah kepada anak dengan cara yang sama sebagaimana yang juga kita harapkan dari mereka.

13. Berbicara dengan memperhatikan psikologi yang benar

Bentuk-bentuk ancaman dan menghakimi cenderung akan menempatkan anak pada posisi defensif. Kata "Kau" akan membuat anak bungkam. Sebaliknya kata "Aku" mengandung hal yang tidak menuduh. Sebaiknya daripada menggunakan "Kamu sebaiknya kerjain ini... atau " Kamu harus.. lebih baik katakanlah "Saya ingin..." atau "Saya seneng kalau kamu..". Atau daripada mengucapkan "Kamu harus membersihkan meja" tetapi katakanlah "Saya ingin kamu membersihkan meja". Jangan pula menawarkan pertanyaan ketika jawaban negatif bukan pilihan, "Maukah kamu mengambilkan baju?. Katakan saja. "tolong angkat mainannya".

15. Berbicara dengan Tulisan

Mengingatkan anak bisa dianggap sebagai omelan bagi anak-anak. Khususnya bagi anak-anak remaja yang bisa menganggap mereka seakan-seakan seperti 'budak' yang terus diperintah-perintah. Cobalah mengingatkan dengan cara lain yaitu berbicara tanpa bersuara misalnya dengan tulisan di secarik kertas, tinggalkan pesan yang sedikit lucu pada anak, kemudian kita kembali pada aktifitas kita.

16. Bicara dengan pelan

Ketika anak marah, semakin mereka berteriak maka maka kita harus semakin kalem. Biarkan anak berteriak dan tanggapi dengan 'ya mama mengerti" atau "mana yang bisa dibantu?". Kadang-kadang hanya dengan menjadi pendengar yang baik hal itu bisa meredakan keributan. Jika kita menanggapi dengan cara yang sama, maka kita akan mengahadapi dua amukan. Jadilah orang dewasa untuk mereka.

17. Tetap menjadi pendengar

Sebelum memberi arahan pada anak, seimbangkanlah dulu emosi kita. Jika tidak maka kita akan membuang-buang waktu energi kita. Kita tidak akan didengar oleh anak ketika anak dalam emosi yang tidak baik.

18 Ulangi terus arahan kita

Anak perlu diberitahu seribu kali. Anak di bawah dua tahun kesulitan untuk menangkap arahan kita. Kebanyakan anak tiga tahun mulai bisa menyerap arahan kita sehingga apa yang kita perintahkan mulai bisa diserap. Tetapi ketika anak sudah menginjak lebih dewasa kurangilah intensitas perintah dan berulang-ulang, hal itu akan dianggap sebagai omelan.

19 Biarkan anak berpikir sendiri

Daripada mengatakan "Jangan sampai mainanmu ini sampai menumpuk", cobalah katakan, "Adek, coba inget-inget dimana adek menyimpan mobil-mobilannya. Membiarkan anak berpikir sendiri akan menciptakan pelajaran yang lebih baik.

20. Gunakan perintah dalam bentuk sajak

Misalnya: Bangun tidur ku terus mandi, tidak lupa menggosok gigi dst... dll.

21. Berikan Pilihan yang disukai

"Adek jangan main ke jalan, mainnya ke ayunan aja ya"

22. Berikan kalimat khusus

"Adek mau tidur dulu, bilang ‘bye-bye’ ke mainanmu, ‘bye-bye’ ke teman-temanmu.’

23. Gunakan pertanyaan yang menarik untuk anak yang bungkam

Pilihlah kalimat yang tepat untuk anak yang pikiran dan mulutnya sedang tertutup. Pilih hal yang membuat anak kita antusias, ajukan pertanyaan yang jawabannya tidak sekedar ya, buatlah yang lebih spesifik. Misalnya: "Seneng ga tadi di sekolah? cobalah dengan menanyakan "Apa aja tadi yang menyenangkan di sekolah?

24. Gunakan rumus “Ketika… saya merasa... karena"

Contoh, ‘Aduh Adek tau ga, pas adek tadi lari ke luar, Mama takut banget, khawatir karena tadi banyak banget mobil.

25. Perlu ketegasan perintah

Jika benar-benar ada hal yang tidak bisa didiskusikan lagi, katakan dengan tegas pada anak. Mama ga akan mengulangi lagi perintahnya, maaf/ kita akan menghemat energi dan emsi kita. begitu juga dengan anak kita.


Friday, February 1, 2013

Jerman: Islam Diakui sebagai Agama Resmi

Jerman: Islam Diakui sebagai Agama Resmi

Tiga daerah Jerman, Hamburg, Hesse dan Bremen telah mengakui kelompok Islam sebagai badan keagamaan resmi, hal ini membuka jalan bagi umat Islam untuk memberikan pelajaran agama Islam sendiri di sekolah dan mendapatkan pengakuan yang lebih luas di daerah-daerah Eropa.

"Hal ini mengirimkan sinyal yang jelas bahwa Islam adalah milik Jerman," kata Erol Purlu, juru bicara Dewan Dewan Koordinasi Muslim Jerman (German Muslim Coordination Council), mengatakan kepada Deutsche Welle.

Dalam kebijakan itu liburan hari besar agama Islam seperti Idul Fitri, dan Idul Adha akan diakui sebagai liburan resmi.

Purlu menggambarkan kebijakan itu ditandatangani negara bagian Bremen dengan pernyataan sebagai 'hari suka cita' (day of joy)

Pemerintah Bremen mengeluarkan dokumen serupa yang mengakui organisasi Islam di Hamburg dan Hesse.

Pengakuan resmi agama Islam sebagai badan keagamaan ini akan memungkinkan mereka mendapatkan hak untuk memberikan pelayanan kepada umat Islam di penjara, rumah sakit dan lembaga-lembaga publik lainnya.

Umat Islam diperbolehkan - dalam batasan hukum tertentu - untuk membangun masjid dan melaksanakan pemakaman dengan ritual agama mereka sendiri.

Kebijakan ini merupakan tonggak bersejarah dalam hubungan antara Jerman dan asosiasi Muslim.

Kelompok Islam seperti Turkish-Islamic Union for Religious Affairs (DITIB) dan Association of Islamic Culturan Centers (VIKZ) telah lama berkampanye untuk mendapatkan pengakuan sebagai badan keagamaan.

Jerman memiliki sekitar 3.8 atau 4.3 juta Muslim yang membentuk sekitar 5 persen dari populasi 82 juta jiwa.

Sumber: www.onislam.net